Selasa, 09 Oktober 2018

ANALISA PENGELOLAAN TAMBAK SILVOFISHERY SEBAGAI UPAYA KONSERVASI MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT di DESA TANJUNG REJO KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG


Meilinda Suriani Harefa1), Zulkifili Nasution2), Azhar Maksum3), Miswar Budi Mulya4)
1)    Mahasiswa Doktor PSL USU, Jl. Dr. Mansyur Medan, Indonesia
2)    Dosen di USU, Jl. Dr. Mansyur Medan, Indonesia
3)    Dosen USU, Jl. Dr. Mansyur Medan, Indonesia
4)    Dosen USU, Jl. Dr. Mansyur Medan, Indonesia


ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang bertujuan untuk menganalisa pola pengelolaan tambak silvofhisery dan produksi tambak silvofhisery dengan managemen yang baik yang dikelola oleh masyarakat pesisir pada ekosistem hutan mangrove.
Populasi sebanyak 170 orang pemilik tambak yang memiliki 243 petakan tambak secara keseluruhan. Sampel pada penelitian ini diacak secara purposive sampling dengan penentuan responden sebagai sampel dilakukan berdasarkan pembagian pembagian wilayah Desa Tanjung Rejo atas 4 zona yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat. Setiap Zona diambil sampelnya sebanyak 5 orang pemilik tambak, sehingga jumlah dalam penelitian ini adalah  20 orang pemilik tambak silvofhishery.
Model tambak yang di terapkan di Desa Tanjung Rejo adalah model tambak silvofishery empang parit dimana penanaman mangrove berada di tengah ataupun disamping dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di arel pertambakan. Oleh karena tumbuhan mangrove yang berada pada areal tambak sebagai kontribusi nutrisi pada produksi tambak. Secara umum pengelolaan tambak dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kesehatan produksi dan proses panen. Usaha tambak silvofishery di Desa Tanjung Rejo dapat dinyatakan menguntungkan secara ekologi dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari masih tersedianya hutan mangrove pada tambak dan laba yang di peroleh dari pengelolaan tambak silvofishery yakni mencapai Rp. 40.930.000,-/ha/tahun s/d Rp.48.030.000,- /ha/tahun dengan modal usaha Rp 24.900.000,- /ha/tahun s/d Rp. 26.400.000,- /ha/tahun. Sehingga diperkirakan petani tambak silvofhisery di Desa Tanjung Rejo memperoleh penghasilan sekitar Rp 3.410.800,- s/d Rp. 4.000.000,- /ha/bulan. Kondisi ini dapat stabil jika semua pengelola tambak silvofihsery dapat menjaga keseimbangan tumbuhan mangrove pada setiap tambaknya.

Kata kunci: Tambak silvofishery, Petambak dan Pengelolaan





PENDAHULUAN
Budidaya tambak perikanan yang berlokasi di daerah pesisir sangat berhubungan dengan kondisi tata ruang, sosial budaya, keamanan dan ekonomi masyarakat pesisir tersebut.  Petambak memiliki akses terhadap lahan yang dapat dimanfaatkan untuk sumber penghasilan. Kondisi ini akan diperkaya apabila daerah sepanjang pantai berupa kawasan hutan mangrove. Selain menjadi habitat ikan, hutan mangrove merupakan wilayah yang mengandung kekayaan yang bermanfaat bagi petambak. Petambak juga berpeluang untuk meningkatkan perekonomiannya secara lebih sistematis, karena dapat mengembangkan basis produksi yang lebih relatif stabil, sehingga masa panen dapat lebih diatur tergantung permintaan pasar.
Desa Tanjung Rejo merupakan salah satu desa dari 20 (dua puluh) desa dalam lingkup administrasi Kecamatan Percut Sei Tuan dengan luasan hutan mangrove 300 Ha. Jumlah luasan hutan mangrove ini jauh berubah oleh karena sekitar tahun 1960 -1970an masyarakat mulai membuka hutan mangrove tersebut untuk perluasan pemukiman dan usaha tambak, kondisi demikian lalu mencapai puncaknya pada tahun 1980-an. berubah menjadi petakan-petakan tambak kemudian diikuti dengan berkembangnya pemukiman hingga jauh kearah daratan seperti yang terlihat saat ini. Luas yang terdiri dari pemukiman, pertambakan, perairan umum dan perbukitan. Kerusakan hutan mangrove ini menyebabkan air laut masuk sampai ke perkampungan penduduk pada saat musim gelombang besar (musim angin barat dan selatan).
Hartati et al. (2005) mengungkapkan bahwa Tambak tumpangsari (sylvofishery) merupakan suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program Perhutanan Sosial di kawasan hutan mangrove, sehingga para petambak dapat memelihara ikan dan udang atau jenis ikan lainnya secara konservatif. Silvofishery merupakan pola pengelolaan tambak dengan pendekatan teknis yang cukup baik, yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove yang memiliki sistem teknologi sederhana, dapat dilakukan tanpa merusak tanaman bakau yang ada dan dapat dilakukan sebagai kegiatan sela sambil berusaha menghutankan kembali kawasan jalur hijau di daerah pantai yang kritis (Perhutani, 1993).
Konsep budidaya tambak ramah lingkungan lebih sering disebut sebagai budidaya tambak yang melestarikan mangrove sebagai jalur hijau atau penanaman mangrove di tambak (silvofishery) dimana konsep budidaya ramah lingkungan tidak hanya mencakup penerapan jalur hijau (green belt) atau penanaman mangrove, tetapi juga pada penerapan tata cara budidaya yang baik dalam arti tidak menggunakan bahan baku produksi yang merusak lingkungan dan atau membahayakan keselamatan dan kesehatan konsumen produk yang dihasilkan. (Sualia et al. 2010).
Pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan perlibatan masyarakat merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan yang menyatukan berbagai kepentingan (pemerintah dan masyarakat), ilmu pengetahuan dan pengelolaan, dan kepentingan sektoral dan masyarakat umum. Pengelolaan berbasis masyarakat disini adalah bahwa penggunaan dari sumberdaya yang utama yaitu masyarakat dan harus menjadi aktor pengelola sumberdaya tersebut. Perlibatan masyarakat diperlukan untuk kepentingan pengelolaan secara berkelanjutan pada sumberdaya, dan pada umumnya kelompok masyarakat yang berbeda akan berbeda pula dalam kepentingannya terhadap sumberdaya tersebut.  Adanya partisipasi dari masyarakat merupakan hal yang penting dalam upaya pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat.
Perum Perhutani menggunakan pendekatan teknis yang dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial, yaitu dengan sistem silvofishery. Sistem ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang cukup efektif dan ekonomis. Aspek keuntungan yang diperoleh dengan model silvofishery ini antara lain dapat meningkatkan lapangan kerja (aspek sosial), dapat mengatasi masalah pangan dan energi (aspek ekonomi) serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah (aspek ekologi). Pola ini dipandang sebagai pola pendekatan teknis yang dianggap cukup baik, karena selain petani dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pemeliharaan ikan, pihak Perum Perhutani secara tidak langsung menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan. Perhutanan Sosial yang dilakukan oleh Perum Perhutani merupakan program pembangunan, pemeliharaan dan pengamanan hutan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi- fungsi hutan secara optimal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus perbaikan lingkungan dan kelestariannya yang pelaksanaannya terbatas dikawasan hutan. Berdasarkan pengertian tersebut diharapkan Perhutanan Sosial dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan tekanan sosial budaya penduduk di sekitar hutan yang berakibat turunnya produktivitas lahan dan fungsi hutan maupun kualitas lingkungan biofisik di sekitarnya. 



METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada Bulan Mei sampai dengan Oktober 2016. Pertimbangan lokasi penelitian didasarkan pada potensi tambak sebesar 2.702 hektar. Selain itu terdapat pola usaha tani tambak dengan model silvofishery didaerah tersebut.
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah data kepemilikan tambak di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 170 orang pemilik tambak yang memiliki sebanyak 243 petakan tambak secara keseluruhan. Sampel pada penelitian ini diacak secara purposive sampling dengan penentuan responden sebagai sampel dilakukan berdasarkan pembagian pembagian wilayah Desa Tanjung Rejo atas 4 zona yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat. Setiap Zona diambil sampelnya sebanyak 5 orang pemilik tambak, sehingga jumlah sampel sebanyak 20 orang pemilik tambak. Pengambilan contoh tambak dari masing-masing pemilik tambak dilakukan secara acak sederhana dengan sampel masing-masing 1 (satu) orang 1 (satu) tambak.
Teknik pengumpulan data observasi langsung ke lokasi penelitian, selanjutnya disebarkan kuisioner atau angket kapada responden dalam bentuk jawaban terbuka untuk mengetahui pengelolaan dan produksi tambak silvofishery yang dikelola oleh masyarakat dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan cara bertatap muka langsung dengan responden. Sedangkan teknik analisa data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif dengan menggunakan rumus:
P = F x 100%
            N

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengelolaan tambak silfofhisery yang dikelola oleh masyarakat
Pengelolaan tambak silvofishery yang dikelola oleh masyarakat Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang sudah semakin baik, dimana proses pengelolaan tambak dengan dukungan ekosistem mangrove memberikan kontribusi bagi perekonomian dalam arti produksi dapat meningkat dan menguntungkan petambak serta keseimbangan lingkungan dapat tercipta/terjaga. Hal ini sesuai dengan pendapat Sualia (2008) yang menyaatakan bah beberapa manfaat atau kelebihan dari tambak ramah lingkungan diantaranya : 1) Biaya dan resiko produksi jauh lebih rendah dan dapat dioperasikan dalam skala kecil (rumah tangga), 2) Dapat menghasilkan produksi sampingan dari hasil tangkapan alam seperti udang alam, kepiting, dan ikan liar, 3) Pemulihan lingkungan (melalui penanaman/pemeliharaan mangrove) dapat meningkatkan daya dukung (carrying capacity) tambak, sehingga mampu menjaga kualitas air dan menopang kehidupan komoditas yang dibudidayakan, 4) Produk udang yang dihasilkan memiliki kualitas yang premium dan memiliki harga yang lebih tinggi dipasaran internasional karena bersifat organik atau tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan 5) Kawasan tambak ramah lingkungan lebih tahan terhadap serangan penyakit, akibat kemampuan mangrove dalam menyerap limbah dan menghasilkan zat anti bakteri.
a. Persiapan lahan dan air
Tahap persiapan lahan air sangat diperlukan untuk pengelolaan tambak silvofhisery, keberhasilan produksi dipengaruhi oleh kesempurnaan proses persiapan. Tahapan persiapan tersebut dibagi ke dalam persiapan lahan dan persiapan air sebelum tebar melakukan tebar benih. Persiapan lahan terdiri dari: pengeringan lahan, perbaikan prasarana produksi seperti benteng, pintu air, jembatan anco, saringan, pembajakan atau  pembalikan tanah (setelah produksi sebelumnya), pengapuran (jika dibutuhkan), dan  pemberantasan  hama. Persiapan air meliputi pengisian air, pemupukan, pengapuran susulan (jika dibutuhkan).
1) Persiapan lahan
a)   Pengeringan lahan
proses pengeringan lahan di Desa Tanjug Rejo dilakukan dengan membuka pintu air  pada saat air laut lebih rendah dari pada air dalam tambak, jika lumpur dalam tambak sudah tebal maka akan dikeruk dengan beko atau dilakukan pembajakan  seperti pembalikan tanah  untuk mempercepat proses penguraian bahan organik dan gas-gas beradun dan biasanya proses pengerjaannya memakan waktu kurang lebih  11 (sebelas) hari atau  selama satu sampai dua minggu tergantung dengan keadaan cuaca dengan 2 (dua) orang pekerja harian selama 8 jam per hari.
Pengeringan lahan pada tambak di Desa Tanjug Rejo berguna untuk memperbaiki kualitas tanah dengan mengurangi zat beracun dan membunuh organisme yang tidak diinginkan. Dasar tambak yang dijemur harus benar-benar kering hingga timbul retakan (pecah-pecah) secara merata, dan diperlukan pembalikan tanah atau pembuangan lumpur hitam untuk memperbaiki kualitas tanah yang busuk. Pengeringan dan ekspos udara akan mempercepat perbaikan kualitas tanah tambak secara mudah dan alamiah.
b)   Perbaikan prasarana produksi
Benteng yang bocor diperbaiki dengan  menutup bagian benteng yang bocor dengan lam selama 3 hari dengan 3-4 orang pekerja harian dengan upah kurang lebih Rp 80.000/orang. Untuk perbaikan pintu air dilakukan dengan membongkar broti dan melihat bagian pintu air yang rusak dan menggantikannya dengan bahan yang baru. pengerjaan dilakukan selama 3-6 hari tergantung kerusakan yang terjadi dengan 3-4 orang pekerja harian dan upah Rp 80.000/orang. untuk perbaikan saringan yang robek cukup dengan menjahit bagian yang robek saringan dan jika saringan rusak berat maka harus diganti dengan biaya sekitar Rp 150.000. Hal ini diperkuat denga pendapat Sualia dkk (2008) yang menyatakan penambalan pematang yang bocor sangat bermanfaat untuk mencegah kehilangan air selama masa pemeliharaan dan mencegah introduksi penyakit lewat carrier yang masuk (misalnya kepiting atau udang liar). Perbaikan pintu air dan saringannya juga harus dilakukan untuk mencegah masuknya predator (ikan buas), carrier dan kompetitor lainnya (ikan, kepiting, udang liar).
c)   Pengapuran (jika dibutuhkan)
Tidak semua tambak melakukan pengapuran di Desa Tanjug Rejo, tergantung pada kebutuhan tambak. Hal ini disebabkan masih terjaganya pH tanah pada tambak diwilayah penelitin. Berdasarkan hasil penelitian, pemilik tambak melakukan pengapuran jika dibutuhkan oleh karena tujuan pengapuran adalah mempertahankan kestabilan derajat keasaman (pH) tanah dasar kolam dan air, serta memberantas hama penyakit (Raswin dan Alifuddun, 2003).
d)   Pemberantasan  hama
Pemberantasan hama yang dilakukan oleh petambak pada tambak tergantung pada kondisi tambak masing-masing di Desa Tanjug Rejo. Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarkat melakukan pemberantasan hama dengan menggunakan Saponin yang merupakan bahan ramah lingkungan. Pemberantasan hama dilakukan oleh pemilik tambak yang bertujuan untuk membunuh benih/anakan ikan liar yang terlanjur masuk ke dalam tambak dan atau tandon. Hal ini senada dengan pendapat Sualia dkk (2008) pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin sebagai bahan yang ramah pada lingkungan dan keampuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak selanjutnya ditekankan untuk tidak menggunakan  pestisida karena dapat merusak kualitas lingkungan. Mitos bahwa penggunaan pestisida dapat menumbuhkan cacing yang berguna untuk makanan udang adalah tidak benar adanya (Sualia dkk, 2008).
2).  Persiapan air
a)   Pengisian air
Tahapan pengisian air dilakukan oleh pengelola tambak di di Desa Tanjug Rejo. Proses pengisian air dilakukan dengan memperhitungkan siklus pasang dan surut air laut. Bila terjadi air pasang maka pengisian air dilakukan 2 kali dalam sehari dengan 3 jam pengisian. Pengisian air pertama kali dilakukan jika tahapan persiapan lahan dan perbaikan prasarana sudah dilakukan dengan sempurnah dan sumber air  berasal dari  paluh (laut). Hal ini sesuai dengan pendapat Sualia dkk (2008) yang menyatakan bahwa untuk pengisi air sebelum melakukan kegiatan produksi sangat penting, namun perlu diperhatikan : a) pengisian air hanya dilakukan jika air sumber (tandon atau saluran masuk) memiliki kualitas yang baik (tidak keruh, kotor, atau berbau), b) Tidak disarankan untuk mengambil air dari saluran pembuangan tambak, ataupun dari tambak sebelahnya, untuk mencegah wabah penyakit, c) Sangat disarankan untuk mengisi air ke dalam tambak saat air mulai surut dari pasang tertinggi, untuk mencegah pengambilan air yang keruh, d) Saringan berlapis harus dipasang pada pintu air saat pengisian air ke dalam tambak untuk mencegah masuknya hama/predator, carrier, dan atau ikan liar, e) Jika air dalam kolam mengandung hama/predator (seperti kakap, kepiting dll), maka kolam yang telah berisi air perlu diberi bahan desinfektan seperti bubuk teh (saponin) dan akar tuba (retenon).
b)  Pemupukan dan pengapuran susulan (jika dibutuhkan)
Pemupukan dilakukan pada pengelolaan tambak silvofhisery oleh pemilik tambak di Desa Tanjung Rejo. Pemupukan tambak dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan  makanan alami yang diperlukan oleh udang dan ikan selama pemeliharaan. Jenis dan dosis pupuk ditentukan oleh tingkat kesuburan dari masing- masing tanah dasar tambak. Sesuai dengan pendapat Sualia dkk (2008 ) bahwa beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian pupuk adalah: a). Pemupukan anorganik dilakukan setelah pengisian air dan harus dilakukan secara sedikit demi sedikit dan bertahap untuk mencegah pertumbuhan berlebih (blooming) dan kematian massal (crash), b) Pupuk harus larut dalam air dan disebarkan secara merata. Pemberian pupuk anorganik terutama TSP dengan penebaran langsung akan menjadi tidak efektif dikarenakan sifat larutnya yang lamban di dalam air, c) Pemberian pupuk organik/kompos umumnya berupa kotoran ayam. Pupuk harus direndam di dalam air selama 24 jam sebelum disebar ke dalam tambak, dan berguna untuk membantu pembentukan zooplankton yang merupakan pakan alami utama dari larva udang atau anak ikan, d) Jenis pupuk yang berbeda akan menumbuhkan plankton yang berbeda sehingga warna air tambak juga berbeda. Terlambatnya penumbuhan plankton di kolom air akan mempercepat penumbuhan klekap di dasar tambak. Bagi tambak udang klekap mengganggu namaun klekap merupakan pakan alami bagi bandeng, e) Jumlah (dosis) pupuk yang diberikan harus disesuaikan dengan luas tambaknya tetapi yang biasa digunakan adalah pupuk organik sebanyak 10–30 kg/ha ditebar secara merata di pelataran tambak. Sementara jika menggunakan pupuk anorganik seperti rea, TSP atau NPK atau kombinasi diantara ketiganya maka dapat diberikan sebanyak 1-2 ppm.
Pemberian kapur susulan seperti dolomite, dilakukan petambak silvofhisery di Desa Tanjung Rejo apabila dibutuhkan, misalkan jika hujan turun terus menerus, dibutuhkan kapur untuk menaikkan pH air. Hal ini sesuai dengan pendapat Sualia (2008) yang menyatakan bahwa Pada saat hujan lebat turun, salinitas dan pH air dapat turun secara drastis dan kekeruhan meningkat, maka penanganan diperlukan.
b.   Pemilihan Benur dan Transportasi
Benur yang dipilih diperoleh dari agen penyedia benur di Medan Belawan dengan ukuran nila sebesar 1 inchi dengan harga Rp 150/ekor sebanyak   mujair ukuran 2 inchi dengan harga Rp 6.000/kg, bandeng betina berukuran 1 inchi dengan harga Rp150/ekor sebanyak 20.000. kepiting 1 kg ukuran 8-10/kg harganya Rp. 25.000,- sampai dengan Rp.30.000,-, benur udang tiger sebesar 1 inchi seharga Rp 30.000/kg. Pemilihan benur tergantung jenis benur yang cocok untuk tambak tersebut  
2. Produksi tambak silvofhisery di Desa Tanjung Rejo
Produksi tambak silvofhisery di Desa Tanjung Rejo pada penelitian ini merupakan keseluruhan hasil yang di dapat dalam pengelolaan tambak. Produksi hasil tambak silvofhisery didukung oleh adanya vegetasi hutan mangrove yang bagus disekitar tambak. Hal ini disebabkan mangrove mempunyai peranan penting dalam menyediakan makanan dan larva udang dan ikan di alam. Sehingga sangat penting peranannya dalam mendukung keberadaan kehidupan di sekitarnya. Hal ini sesuai pendapat Hartati dkk (2005) yang menyatakan bahwa Tambak sylvofishery merupakan suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program Perhutanan Sosial di kawasan hutan mangrove, sehingga para petambak dapat memelihara ikan dan udang atau jenis ikan lainnya agar kesejahteraan petambak meningkat.
Keberlanjutan tambak yang ramah lingkungan seperti tambak silvofhisery sangat tergantung sepenuhnya pada produksi yang dihasilkan. Produksi sangat tergantung dari kualitas lingkungan dan kualitas air pada tambak tersebut sehingga menjaga keberadaan hutan mangrove dan ekosistem perairan dari pencemaran sangat berpengaruh terhadap kestabilan produksi tambak
 Dalam produksi perikanan biaya yang harus dikeluarkan untuk budidaya ikan dihitung dari persiapan tambak sampai panen.
a.         Permodalan
            Modal merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan berlangsungnya kegiatan suatu usaha. Modal usaha dalam ekonomi adalah barang atau jasa yang dipergunakan secara bersama-sama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja untuk menghasilkan suatu barang baru. Modal yang digunakan dalam  usaha tambak silvofhisery di Desa Tanjung Rejo merupakan modal sendiri. Untuk modal pembuatan pintu air dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Modal pembuatan pintu air
No
Modal pembuatan pintu air
Ketahanan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
< dari 10 juta
11–20 juta
21–40 juta
Di atas 50 juta 
0-2 thn
2,1-5 thn
5,1–8 thn
8,1–10 thn
1
3
12
6
5
15
60
35
Jumlah

20
100
              Sumber : Data Primer, 2015
Jika modal pembuatan pintu air sebesar 10 juta untuk 2 tahun makan biaya penyusutannya dapat dihitung sebesar Rp. 2.500.000 per panen.  Untuk perbaikan benteng  tambak kurang lebih 3-5 juta per 2 tahun. Selanjutnya dari hasil wawancara perkiraan modal investasi yang digunakan untuk pengelolaan tambak silvofhisery dapat dilihat pada tabel berikut ini.



Tabel 2
Modal investasi dan biaya penyusutan usaha tambak silvofhisery di Desa Tanjung Rejo
No.
Uraian
Jmlh  unit
Harga per unit
Total harga
Penyusutan
1
Konstruksi pintu air
1 Ha
10.000.000
10.000.000
5.000.000
2
Kontruksi benteng
1 Ha
3.000.000
3.000.000
1.000.000
3
Cangkul
3
25.000
75.000
25.000
4
Sabit
3
10.000
30.000
10.000
5
Saringan
2
10.000
20.000
10.000
6
Keranjang
5
20.000
100.000
50.000
7
Ember
5
10.000
50.000
25.000
8
Timbangan
2
100.000
200.000
20.000
9
Jaring
2
30.000
60.000
30.000

Jumlah

15.535000
6.170.000
       Sumber : Data Primer 2015
Rata-rata modal tetap berupa lahan tambak, pintu air dan peralatan.adalah sebesar  Rp 15.535.000 sedangkan biaya penyusutannya adalah sebesar Rp 6.70.000 selama setahun.
b.        Biaya produksi
Biaya adalah satuan nilai yang dikorbankan dalam suatu proses produksi untuk tercapainya suatu hasil produksi.dalam produksi perikanan biaya yang yang harus dikeluarkan untuk membudidayakan ikan, dihitung dari persiapan sampai panen. Biaya produksi dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, dalam waktu tertentu penggunaanya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya besar kecilnya berhubungan langsung dengan jumlah produksi, dimana besar kecilnya berkaitan dengan jumlah produksi.
Tabel 3
 Rata-rata biaya tetap usaha tambak silvofishery per tahun di Desa Tanjung Rejo
No
Uraian
Nilai (Rp)
1
Biaya perawatan peralatan
500.000,-
2
Penyusutan barang-barang investasi
6.170.000,-
3
Perawatan konstruksi tambak dan tenaga
6.000.000,-

Jumlah
12.670.000,-
                     Sumber : Data Primer, 2015
Rata- rata besar biaya tetap yang dikeluarkan perhektar produksi dalam setahun adalah Rp. 12.670.000,- meliputi penyusutan barang investasi, perawatan dan nilai lahan. sedangkan yang termasuk nilai variabel adalah biaya operasional yang dikeluarkan selama masa pemeliharaan sampai panen.
a)        Biaya variabel operasional untuk produksi kepiting dan ikan bandeng
Untuk ukuran kepiting dalam 1 kg = 10  ekor maka jumlah   bibit kepiting diperkirakan sebanyak 3000 ekor. Kepiting dalam setahun  diasumsikan mampu berproduksi selama 3 kali sedangkan ikan 2 kali maka total dana yang dibutuhkan untuk biaya variabel operasional sebesar Rp. 26.400.000,-. ditambahkan dengan biaya tetap maka jumlah biaya produksi dalam setahun sebesar Rp. 39.070.000,- Rata-rata besarnya biaya variabel operasional selama setahun adalah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4
Biaya variabel operasional usaha tambak silvofishery untuk produksi kepiting dan ikan bandeng selama satu tahun di Desa Tanjung Rejo
No
Uraian
Jumlah
Harga satuan (Rp.)
Total (Rp.)
1
Bibit kepiting
300 kg
25.000,-
7,500,000
2
Nener bandeng
10000 ekor
400,-
4,000,000
3
Kapur
1000 kg
500,-
500,000
4
Dolomit
1000 kg
1.000,-
1,000,000
7
Pupuk Kandang
2000 kg
1.500,-
3,000,000
8
Saponin
200 kg
4.000,-
800,000
9
Harga pakan tambahan
400 kg
4.000,-
1,600,000
10
Pelet
1000 kg
8.000,-
8,000,000

Jumlah


26.400.000,-
                Sumber : Data Primer, 2015
b)        Biaya variabel operasional untuk produksi ikan bandeng dan udang windu
Rata-rata besarnya biaya variabel operasional selama setahun untuadalah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5
Biaya variabel operasional usaha tambak silvofishery untuk produksi ikan bandeng dan udang windu selama satu tahun di Desa Tanjung Rejo
No
Uraian
Jumlah
Harga satuan (Rp.)
Total (Rp.)
1
Udang windu
30.000 ekor
200,-
6,000,000
2
Nener bandeng
10000 ekor
400,-
4,000,000
3
Kapur
1000 kg
500,-
500,000
4
Dolomit
1000 kg
1.000,-
1,000,000
7
Pupuk Kandang
2000 kg
1.500,-
3,000,000
8
Saponin
200 kg
4.000,-
800,000
9
Harga pakan tambahan
400 kg
4.000,-
1,600,000
10
Pelet
1000 kg
8.000,-
8,000,000

Jumlah


24.900.000,-
                Sumber : Data Primer, 2015
Udang dan ikan dalam setahun  diasumsikan mampu berproduksi selama 2 kali, maka total dana yang dibutuhkan untuk biaya variable operasional untuk produksi ikan dan udang pada tabel 5 sebesar Rp. 24.900.000,-. ditambahkan dengan biaya tetap maka jumlah biaya produksi dalam setahun sebesar Rp. 37.570.000,-
c.         Penerimaan
a) Penerimaan usaha tambak silvofishery  jenis kepiting dan ikan bandeng
Penerimaan dari usaha tambak silvofishery  di Desa Tanjung Rejo pada periode panen diperkirakan dengan kematian 20 persen untuk ikan dan kepiting  dapat dilihat pada tabel dibawah ini :





Tabel 6
Perkiraan rata-rata jumlah penjualan penerimaan usaha tambak silvofishery  jenis ikan bandeng dan kepiting di Desa Tanjung Rejo (Ha/Tahun)
No
Uraian
Jumlah
Berat (gram)
Satuan berat (kg)
Harga (Rp.)
Nilai panen per tahun (Rp)
1
Ikan bandeng
12.000
300
3.600
12.000
43.200.000,-
2
Kepiting
2.400
250
600
60.000
36.000.000,-
3
Ikan Runcah
2
20.000
200
2.000
800.000,-
Jumlah
80.000.000,-
Sumber : Data Primer, 2015
            Nilai panen pertahun untuk setiap komuditas pada usaha tambak berbeda-beda. Untuk ikan bandeng, panen dapat dilakukan 2 kali dalam setahun sedangkan untuk kepiting dapat panen sebanyak 3 kali dalam setahun sedangkan ikan runcah dapat diperoleh pada saat ikan bandeng panen.
1) Penerimaan usaha tambak silvofishery jenis ikan bandeng dan udang windu
Penerimaan dari usaha tambak silvofishery  di Desa Tanjung Rejo pada periode panen diperkirakan dengan kematian 20 persen untuk ikan dan 50 persen untuk udang. Untuk lebih jelasa, penerimaan dari usaha tambak silvofishery dari jenis ikan bandeng dan udang windu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 7
Perkiraan  rata-rata jumlah penjualan penerimaan usaha tambak silvofishery  jenis ikan bandeng dan udang windu  di Desa Tanjung Rejo (Ha/Tahun)
No
Uraian
Jumlah
Berat (gr)
Satuan berat (kg)
Harga (Rp.)
Nilai panen per tahun (Rp)
1
Ikan bandeng
12.000
300
3.600

12.000,-
43.200.000,-
2
Udang windu
15.000
35
525
80.000,-
42.000.000,-
3
Ikan Runcah
2
10.000
200
2.000,-
400.000,-
Jumlah
85.600.000,-
Sumber : Data Primer, 2015

d.        Keuntungan atau laba usaha tambak silvofishery
Total penerimaan dari usaha tambak silvofishery  di Desa Tanjung Rejo selama satu tahun untuk ikan bandeng dan kepiting dalam satu hektar produksi diperkirakan Rp. 80.000.000, dengan total biaya produksi yang dikeluarkan dalam  satu  tahun adalah  Rp.39.070.000,- (biaya tetap di tambah biaya variabel). Keuntungan usaha diperoleh dari pengurangan antara total penerimaan dengan  total biaya. Dalam satu tahun rata-rata keuntungan yang diperoleh adalah Rp 40.930.000 dengan perhitungan sebagai berikut :
1.    Total penerimaan (TR)                 = Rp. 80.000.000,-
2.    Biaya tetap (FC)                          = Rp. 12.670.000,-
3.    Biaya Variabel (VC)                    = Rp. 26.400.000,-.
4.    Total Biaya /TC =(FC+VC)         = Rp. 39.070.000,-
5.    Laba Usaha (π)                             = Rp. 80.000.000,- - Rp. 39.070.000,-
                                                            =  Rp. 40.930.000,- /ha Tahun

Jika tidak tambak terpelihara dengan baik, rata-rata penghasilan petani tambak silvofishery  di Desa Tanjung Rejo untuk ikan bandeng dan kepiting dalam satuan hektar produksi perbulan yakni sekitar Rp 3.410.800,-
Sedangakan total penerimaan dari usaha tambak silvofishery  di Desa Tanjung Rejo selama satu tahun untuk ikan bandeng dan udang windu dalam satu hektar produksi diperkirakan Rp. 85.600.000,-
1.    Total penerimaan (TR)               = Rp. 85.600.000,-
2.    Biaya tetap (FC)                         = Rp. 12.670.000,-
3.    Biaya Variabel (VC)                  = Rp. 24.900.000,-
4.    Total Biaya /TC =(FC+VC)       = Rp. 37.570.000,-
5.    Laba Usaha (π)                           =  Rp. 85.600.000,- - Rp. 37.570.000,-
                                                        =  Rp. 48.030.000 / Tahun
Rata-rata penghasilan petani tambak silvofishery  di Desa Tanjung Rejo untuk ikan bandeng dan udang windu dalam satuan hektar produksi perbulan yakni sekitar Rp 4.002.500,-/ha
Meninjau hasil keuntungan yang diperoleh dari tambak yang dikelola dengan silvofishery memberikan pandangan bahwa tanpa merusak ekosistem mangrove keuntungan yang diperoleh sangat besar, ekosistem mangrove terjaga akan mendukung perkembangan produksi tambak semakin membaik. Hal ini sesuai pendapat Hartati dkk (2005) yang menyatakan bahwa Tambak sylvofishery merupakan suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program Perhutanan Sosial di kawasan hutan mangrove, sehingga para petambak dapat memelihara ikan dan udang atau jenis ikan lainnya agar kesejahteraan petambak meningkat.
Tanaman mangrove sangat bermanfaat untuk meningkatkan hasil dari tambak, karena akar mangrove dapat digunakan sebagai rumah bagi hewan-hewan laut seperti udang dan kepiting maka dari itu selain melestarikan lingkungan pesisir masyarakat juga dapat meningkatkan hasil tambaknya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. (Hartati dkk, 2005). Namun, hasil produksi tambak tidak semua sama seperti diungkapkan oleh Sualia (2008) yang menyatakan bahwa produksi sangat tergantung dari kualitas lingkungan dan kualitas air pada tambak tersebut sehingga menjaga keberadaan hutan mangrove dan ekosistem perairan dari pencemaran sangat berpengaruh terhadap kestabilan produksi tambak, demikian halnya juga yang terjadi di Desa Tanjung Rejo.

KESIMPULAN
1.        Pengelolaan tambak silvofishery di Desa Tanjung Rejo
Model tambak yang di terapkan di Desa Tanjung Rejo adalah model tambak silvofishery empang parit  dimana penanaman mangrove berada di tengah dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di arel pertambakan dan beberapa tambak di Desa Tanjung Rejo menanam mangrove di tanggul atau benteng tambak untuk meperkokoh benteng tambak.
Secara umum pengelolaan tambak dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kesehatan produksi dan proses panen. Pintu air yang digunakan umumnya terbuat dari kayu damar dan kayu kelapa. Pengisian air melalui pintu air dilakukan pada saat pasang besar. Petambak harus menjaga kuantitas air, tidak terlalu penuh dan tidak terlalu sedikit. Pemberian pupuk untuk tambak harus terlebih dahulu melihat keasaman dan kesuburan tambak. Apabila tambak lembab dan subur tidak perlu dipupuk. Pengelolaan diperoleh dari pembusukan daun mangrove dan pakan tambahan seperti pupuk kandang.

2.    Produksi Tambak silvofishery di Desa Tanjung Rejo
Usaha  tambak silvofishery di Desa Tanjung Rejo sangat menguntungkan.  Hal ini dapat dilihat dari laba yang di peroleh yakni mencapai Rp. 40.930.000,-/ha/Tahun s/d Rp. 48.030.000,-/ha/Tahun dengan modal usaha Rp 24.900.000,-/ha/Tahun s/d Rp. 26.400.000,-/ha/Tahun. Sehingga diperkirakan petani tambak tumpang sari di Desa Tanjung Rejo memperoleh penghasilan sekitar Rp 3.410.800,- s/d Rp. 4.002.500,- /ha/bulan. Selain mendapatkan manfaat secara ekonomi dari usaha perikanan juga memperoleh manfaat ekologi dalam pelestarian lingkungan
SARAN
1.        Pengelolaan tambak tumpang sari di Desa Tanjung Rejo perlu di tingkatkan karena pengelolaan tambak silvofishery sangat menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan.
2.        Perlu didirikan suatu kelompok informasi di Desa Tanjung Rejo dalam bidang usaha tambak silvofishery untuk memberikan pengetahuan kepada petambak lainnya diluar Desa Tanjung Rejo.
3.        Disarankan kepada pemerintah untuk membantu pihak petambak untuk mencari pembeli yang kontiniu sehingga memberikan motivasi kepada petambak untuk melakukan aktifitasnya
4.        Disarankan kepada pemerintah setempat untuk melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan petambak silvofishery untuk meningkatkan produksi yang berkualitas.
DAFTAR  PUSTAKA
[1] Anggoro, S. 2000. Tinjauan Aspek Ekologis dalam Menjamin Usaha Perikanan Yang Berkelanjutan. Disampaikan Dalam Seminar Nasional Perikanan di Semarang, 4 Mei 2000.
[2] Dahuri R; J Rais; SP Ginting; MJ Sitepu. 2001. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu.Jakarta : PT Pradnya Paramita.
[3] Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri A) LISPI. Jakarta.
[4] Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.PT. Pradnya Paramita Jakarta.
[5] Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian, 1982. Status Hutan Mangrove diIndonesia dan Pemanfaatannya Bagi Kesejahteraan Manusia, Prosiding Pertemuan Teknis Evaluasi Hasil Survai Hutan Mangrove. Departemen Pertanian,Jakarta.
[6]Kusmana, C., 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove, Makalah Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan I PKSPL.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[7] Kordi KMGh. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem Polikultur. Semarang : Dahara Prize.
[8] Hartati et al. 2005. Perilaku Petambak Dalam Konservasi Hutan Mangrove di Desa Jaya Mukti Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Buletin ekonomi Perikanan Vol. VI. No. 1. Tahun 2005 diakses 2 Maret 2015 Pkl 22.00 Wib.
[10]Murtidjo BA. 1989. Tambak Air Payau, Budidaya Udang dan Bandeng. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
[11]Naamin, N. 1991. Penggunaan Lahan Mangrove Untuk Budidaya Tambak Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Subagjo Soemodihardo et al. Proseding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Pangan MAB Indonesia LIPI.
[12]Nazir. 1988. Metode Penelitian. Cetakan III. Jakarta: Ghalia Indonesia.
[13]PKSPL-IPB. Penyusunan Konsep Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan yang Berakar pada Masyarakat Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor dan Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jendral Pembangunan Daerah. 1998.
[14]Restu IW. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya IGusti Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali [tesis tidak dipublikasikanj.Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana.
[15]Soedijanto. 1978. Beberapa Konsepsi Proses Belajar dan Implikasinya. Bogor : Institut Pendidikan. Latihan, dan Penyuluhan Pertanian.
[16]Soekanto S. 2002. Sosiologi. Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Soem (ldinardjo S; I SueriCin~gara. 1989. Country Report: The Indonesia Status of Mangrove Forest  in Indonesia. BIOTROP Special Publication No. 37.
[17]Sualia dkk. 2010. Panduan pengelolaan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor
[18]Quarto, A. 2005. Sustainable Use of The Mangrove. http://www. Tempo cyberclimate.org/floor0/recent/issue32/t32a2.htm. Diakses tanggal 03 Maret 2012, Pukul 20.30 Wib



1 komentar:

  1. POKER GAMING IN NEW ZARIA - Gambling Gods
    Gambling Gods is 모바일 벳 365 a premier 메이플 슬롯 강화 online gambling website founded in 바카라 검증사이트 2017. We have 바카라사이트 over 500 라이브 배팅 casino games to choose from, which can be found here.

    BalasHapus